Kamis, 12 Februari 2009

PEMISAHAN ANTARA METODE INTERPRETASI DENGAN METODE KONSTRUKSI DALAM MELAKUKAN PENEMUAN HUKUM


Menurut pendapat penulis, perlu secara tegas membedakan antara metode interpretasi dengan metode konstruksi, karena tidak adanya teks Undang-undang yang jelas yang meliputi segala kejadian yang timbul di masyarakat karena para pembuat Undang-undang senantiasa terbelakang pada kejadian-kejadian baru yang timbul di masyarakat dimana Undang-undang itu suatu “momentopname” dari keadaan di waktu pembuatannya atau “het recht hint achter de ferten aan” hukum itu selalu mengejar suatu pristiwa. Sementara asas “ius curia novit” dimana hakim tidak boleh menolak menyelesaikan suatu perkara dengan alasan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menyebutnya, tidak jelas, atau tidak lengkap. Oleh karena itu hakim harus menyesuaikan Undang-undang dengan hal-hal konkret sehingga hakim dituntut untuk berfikir dalam menemukan pasal dakwaannya jadi dapat disimpulkan bahwa hakim selalu melakukan penemuan hukum.
Tentunya bertentangan dengan pendapat Montesquien yaitu “la bauche de la loi” bahwa hakim itu adalah terompet Undang-undang yang hanya menerapkan Undang-undang saja dan penganut doktrin sens-clair yang dapat disimpulkan bahwa hakim tidak setiap saat melakukan penemuan hukum sebab menganggap penemuan hukum itu terjadi apabila hakim menerapkan hukum yang sama sekali ketentuan hukumnya belum ada artinya menganggap bahwa ada teks UU yang jelas terhadap suatu kasus-kasus yang kongkret. Pendapat-pendapat seperti itu muncul disebabkan karena tidak secara tegas membedakan antara metode interpretasi dengan metode konstruksi yang tentunya pendapat-pendapat seperti itu tidak berlaku lagi dalam era supremasi hukum sekarang ini.
Pendapat yang mengatakan ada teks UU yang jelas menurut penulis justru telah melakukan penemuan hukum dalam bentuk rechts vinding dimana penemuan hukum yang aturan hukumnya sudah ada namun belum jelas yang biasanya menggunakan metode interpretasi, yang kemudian menerapkan suatu ketentuan yang sifatnya umum tersebut kedalam suatu kasus yang kongkret (rechts toepassing), adapun bentuk lainnya seperti rechts chepend dimana melakukan penciptaan hukum yang aturan hukumnya belum ada menjadi ada biasanya menggunakan metode konstruksi yang kemudian melakukan rechts toepassing. Dimana kedua cara tersebut menghasilkan rechts chepend yang wujudnya dalam putusan hakim.
Adapun menurut penulis tujuan perlunya membedakan metode interpretasi dengan metode konstruksi tidak lain adalah supremasi hukum khususnya dalam perkara pidana, dalam penegakan asas legalitas yang merupakan asas universal dalam perkara pidana di seluruh dunia dimana seseorang tidak dapat dipidana tanpa terdahulu ada UU yang mengatur tentang itu dan tidak berlaku surutnya suatu UU maka hal tersebut tentunya membutuhkan suatu penemuan hukum dalam bentuk rechts chepend yang tentunya tidak lagi menggunakan metode interpretasi melainkan metode konstruksi.
Jadi dapat kita membedakan penemuan hukum oleh hakim dengan pekerjaan badan legislatif ialah hakim tidak membuat peraturan umum yang diundangkan dalam lembaran Negara. Melainkan sebagaimana dalam pasal 1917 BW, keputusan hakim hanya berlaku terhadap kedua belah pihak saja. Dimana kekuasaan keputusan hakim hanya berlaku tentang hal-hal yang diputuskan dalam keputusan itu atau “het gezag van een geregtelijk gewijsde sterkt zich niet verder uit dan tot het onderwerp van het vonnis” hakim membuat peraturan yang hanya mengikat kedua belah pihak yang menjadi peserta perselisihan, sedangkan pembuat Undang-undang membuat peraturan umum. Akan tetapi walaupun demikian halnya yurisprudensi juga menjadi sumber hukum formil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar